Tuesday, May 1, 2012

TEROR (-ISME)


Posting ini adalah tugas Pendidikan Kewarganegaraan teman saya yang saya copy paste (Hallah, apa iya? Iya bener. Saya tidak bohong. Saya posting karena saya anggap penting untuk dishare. Yuk simak. (Hallah....)
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengingatkan, terorisme muncul akibat benturan global antara dua ideologi besar saat ini, liberalisme demokrasi dan fundamentalisme agama. Alih-alih memunculkan proses dialektika, keduanya malah justru berupaya saling memerangi dan menghancurkan.
Sementara pelaku teror (teroris), menurut Hendropriyono, sangat mudah ditandai sebagai orang yang memiliki kepribadian yang terbelah (split personality) dan juga kegalatan kategori (category mistake) sehingga menganggap apa yang dilakukan sebagai kebenaran.
Dia menambahkan, bentuk kepribadian yang terbelah bisa mudah dikenali. Bahasa yang digunakan dalam terorisme terbelah dalam dua tata permainan bahasa, mengancam dan mendoakan. Dalam konteks ini, terorisme jadi tidak membedakan antara mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush dan pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden. "Keduanya menurut saya sama-sama teroris," ujar Hendropriyono.
Bagaimana tidak, dalam menjalankan aksi terornya, Al Qaeda juga melancarkan ancaman untuk membunuh orang-orang yang menurut mereka pantas dibunuh dan di sisi lain mereka mengklaim dan mendoakan perbuatan tersebut sebagai direstui Tuhan.
Hal senada juga dilakukan George W Bush, yang tidak hanya mengutuk tetapi juga memerangi orang atau kelompok yang mereka anggap sebagai teroris, dengan menggunakan serangan bersenjata, seperti di Afganistan dan Pakistan, negara-negara yang dicurigai menjadi basis Al Qaeda.
Dalam melancarkan aksi serangan bersenjatanya pun, pihak AS, dalam pernyataan Bush, mendoakan serta meyakini apa yang dilakukan direstui oleh Tuhan. Dalam konteks itu lah, menurut Hendropriyono, antara Bush dan Laden, sama-sama teroris.
Setelah komunisme jatuh, seluruh dunia sekarang gandrung akan demokrasi. Sayangnya, proses demokrasi oleh negara besar seperti AS dilakukan dengan tidak etis dengan melupakan komitmen damai. Dalam konteks itulah muncul kemudian fundamentalisme agama, yang digunakan untuk kepentingan politik, ujar Hendropriyono.
Lebih lanjut dalam kesempatan itu, Hendropriyono mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak terjebak dalam perbenturan kedua ideologi tadi. Baik liberalisme demokrasi maupun fundamentalisme agama diyakini tidak akan pernah menemui titik temu.
Agar Indonesia tidak ikut terjebak dalam peperangan kedua ideologi tadi, Hendropriyono mengingatkan satu-satunya cara adalah dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa, Pancasila. Dengan begitu Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia.
Seperti pada masa perang dingin di mana terdapat koeksistensi ideologi masing-masing bangsa, termasuk kita dengan ideologi sendiri, sehingga semua bangsa bisa hidup dengan damai. Tidak ada terorisme, ujar Hendropriyono.
Namun, tambah Hendropriyono, jika bangsa Indonesia malah memilih salah satu dari dua ideologi besar yang sekarang tengah berbenturan, maka Indonesia hanya akan menjadi bagian dari peperangan di antara keduanya.
Lebih lanjut sebagai tindak kejahatan yang tidak tunduk pada aturan apa pun karena nilai kebenaran diyakini berada di dalam diri para teroris, paham terorisme menurut Hendropriyono harus diberantas.
Namun, diakui hal itu tidak mudah mengingat terorisme dalam penggambaran Hendropriyono, seperti monster imajiner mitologi Yunani, Hydra, atau mitologi pewayangan, Candabirawa, yang sama-sama berbentuk makhluk ganas yang akan selalu muncul dan tumbuh menjadi banyak setiap kali dibunuh.
Tulisan ini dimaksudkan bukan untuk menghina atau pun mengajak pada ideologi tertentu, akan tetapi lebih bersifat informatif.Kalau ditanya tentang ideologi saya sendiri penganut ideologi kebenaran. Kebenaran yang mana? 
Ayo bareng-bareng kita cari. Kalau bisa bareng ngapain sendiri-sendiri, hitung-hitung hemat ongkos and bensin.

0 comments:

Post a Comment