Saturday, April 14, 2012

Membaca Makna


Pembicaraan tentang makna telah menjadi suatu perdebatan yang sulit bahkan telah dimulai sejak Plato, the greek. Sampai akhirnya muncul teori-teori modern yang ramai membicarakan hal itu termasuk di dalamnya ahli hermeneutika Amerika E. D. Hirch J.r, dan karya terbesarnya Validity in Interpretation (1867).
Di dalam bukunya Hirch mengatakan bahwa makna karya identik dengan yang dimaksudkan pengarang saat karya ditulis, tapi bagi Hirch juga bukan serta merta hanya ada satu penafsiran. Bisa jadi ada lebih dari satu penafsiran yang sah dan berbeda. Jadi bagi Hirch makna adalah sesuatu yang dikendaki pengarang Tetapi karena perbedaan waktu dan kondisi sosial yang ada muncyl masalah dalam usaha membentuk makna.
Berbeda dengan Hirch,tidak seperti pendahulunya teori ini meneliti peran pembaca dalam kesusastraan. Bagi teori resepsi pembaca makna bersifat dinamis, terjadi pergerakan di pemekaran sepanjang waktu.
. Karya sastra yang efektif baginya adalah karya yang mampu memaksa pembaca menuju kesadaran kritis baru.
Di sini ditulis bahwa tiada karya sastra yang ideal tanpa peran serta pembaca. Apabila dianalogikan dengan pesta demokrasi yang ada ,maka tidak ada pemimpin yang ideal tanpa peran serta rakyat sebagai objek dari adanya pemilu.Pemilu sebagai salah satu makna/ wujud dempkrasi di Indonesia sudah menjadi suatu keharusan yang rutin setiap 5 tahun sekali.
Penyelenggaraan pemilu memang sepenuhnya manjdi tanggungjawab pemerintah, tetapi pembaca makna mengenai apa itu pemilu adalah milik rakyat sebagai objek dari pemilu itu. Dan bagi rakyat memang muncul berbagai macam penafsiran berbeda dengan pemerintah yang menggariskan makna pemilu sebagai sebuah transformasi dari demokrasi.
 Bagi rakyat pemilu berarti beras murah, pemimpin jujur, sekolah gratis, mau dagang dikasih uang (modal). Itu merupakan ekspektasi rakyat yang masih punya harapan dengan adanya pemilu, sehingga  bisa mewujudkan negara Indonesia yang  mampu menyejahterakan rakyat, tetapi di sisi lain juga ada sebagian yang memaknai pemilu sebagai sebuah omong kosong janji busuk para elite, sehingga mereka mengikrarkan diri sebagai golput.
Ini merupakan sebuah sikap politik yang sudah jera dan kapok dalam memilih wakil rakyat tetapi sebagai wakil yang terpilih para elite tidak memberikan perubahan ke arah positif yang signifikan.
Kata teman saya suara rakyat adalah suara Tuhan, jadi jangan sampai momen yang berharga ini terlewatkan begitu saja tanpa adanya perubahan yng signifikan.
Pemerintahan yang kuat tentunya didukung oleh adanya partisipasi rakyat yang tinggi pula.

0 comments:

Post a Comment