Wednesday, June 13, 2012

IdIOT BOXX



Hmm, ketika pagi ini, aku di Damnri dalam perjalanan ke kantor, di sekitarku terlalu banyak kejadian-kejadian biasa yang biasa aku lihat, tetapi kupikir ini justru mengundang pertanyaan di kepalaku. Aku baru aja pergi dari rumah ketika bapak lagi sarapan, dan aku yang lain yang saat ini memakai kursi roda nampak sedang di beranda rumah melihat ke jalan. Bahkan dia pun merasa bosan di dalam rumah seharian, katanya. Ingin sejenak memandang keluar, walau cuma duduk di teras. Dan aku masih masih saja di kamar, tidur-tiduran sambil nonton tipi.

Selanjutnya di perjalanan aku melihat beberapa orang anak sedang bermain bola. Beberapa orang, dengan umur sekitar 10 tahunan. Mereka tetap keluar bermain di hari yang panas, sepanas yang kalian keluhkan tadi pagi. Aku pun terpikir, “Apakah ada salah satu dari mereka yang akan menjadi pemain sepak bola perofesional?”, who knows. Bagaimana jika Messi dimasa kecilnya hanya berada dalam kamarnya, tidur-tiduran dan nonton tipi karena dia merasa malu dengan penyakit pertumbuhannya.
Dan aku pun masih di kamar main komputer dan ndengarin I-phone atau MP3 player.

Dan sekilas, satu dan dua pemulung memeriksa tong sampah dengan harapan dapat menemukan barang yang cukup berharga yang bisa mereka ambil untuk mereka tukar dengan uang. Aku terpikir apakah mereka tidak jijik dengan keadaan tong sampah itu, seperti beberapa dari kita?? Aku rasa tidak, karena hanya dengan itu mereka mencari makan. Jika mereka merasa jijik serta tetap diam di rumah sambil memikirkan cara lain untuk mendapatkan uang, apa mereka akan bisa membeli setidaknya nasi bungkus tiga ribu rupiah untuk mereka makan seperti yang kita lakukan ketika siang hari. Uupss.. maaf!!, maksudku makanan sampah yang biasa kita beli. Burger, fried chicken yang harganya lebih dari sepuluh ribu rupiah. Dan aku masih asyik di kamar yang nyaman dan sejuk ditengah hari yang panas ini.

Mungkin saja kita tidak mengerti dan tidak tahu tentang mereka, tapi sekelumit dari itu adalah kehidupan di kota ini. Mungkin memang benar jika dengan komputer dan tipi di kamar kita, kita bisa melihat dengan jelas dunia ini, permasalahan besar, yang menyangkut dunia kita. Duniaku dan duniamu. Ketika seorang presiden yang diktator mengundurkan diri, pengaruh dari perang nuklir, Global Warming, Korupsi yang mencekik, dan lain-lain (sampai aku malas untuk mengingatnya satu-satu). Tapi bagaimana dengan teman kita yang membutuhkan uang untuk biaya rumah sakit, atau tetangga kompleks yang kemaren ditabrak motor, apa kamu tahu itu??

Dan kita yang hanya melihat “kotak” itu, terpaku, menyakini bahwa itulah dunia kita. Duniaku dan duniamu. Dan parahnya itulah cara kita melihat dunia, tetapi apa yang kita tahu tentang lingkungan.? Tentang teman?, keluarga?, atau tetangga?

Dunia kita hanya penuh dengan having fun, handphone terbaru, gadget canggih dan MTV.
  
Tidak sadar dengan semua waktu yang kita habiskan di depan tipi, yang mungkin bisa kita gunakan untuk mengunjungi atau sekedar bertegur sapa dengan tetangga dan teman. Oke, fine. Mungkin bertegur sapa itu bisa melalui telpon, atau ngirim sms, tapi bukankah lebih diutamakan jika bisa saling bertatap muka? Dan semua gadget-gadget canggih itu menyita perhatian kita. Perhatianku dan perhatianmu, sehingga males keluar rumah sekedar (bagi yang Muslim) menunaikan shalat berjamaah di mesjid, atau bahkan lebih parah sampai lupa dengan shalat kita?

Dan saat ini, “kotak idiot” telah, mulai mempengaruhi kehidupan kita, bahkan kebudayaan kita.  Bahkan mungkin dengan kita sadari, apa yang kita lihat sudah menjadi kebudayaan baru di masyarakat kita. Dengan anggapan melihat sesuatu yang sudah biasa di depan tipi, kita bisa menyimpulkan bahwa hal itu akan menjadi biasa di masyarakat.

Dahulu orang-orang masih tidak bisa menerima jika ada dua orang berlainan jenis berpegangan tangan. Tapi sekarang, karena apa yang mereka lihat di sinetron-sinetron itu, sudah menjadi biasa. Banyak pasangan yang berpegangan tangan, itu hal yang biasa. Malah terlihat aneh jika pacaran tapi belum pernah berpegangan tangan. Lebih gawat lagi ketika budaya berduaan di kamar yang sudah biasa di kota-kota besar,atau bahkan di kota-kota kecil, memprihatinkan!
Bagaimana dengan budaya bebas di luar negeri yang sering kita tonton, apakah akan menjadi kebiasaan pula di masyarakat? Jawabannya bisa kita lihat di kehidupan kita sehari-hari.

Dan entah mengapa kita semua sudah teralienasi dari lingkungan kita dengan semua gadget yang kita miliki. Berdiam diri di kamar, yang hanya keluar ketika mengambil minum atau makanan,  atau bahkan tidak pernah keluar seharian. Mungkin kita memiliki banyak kesibukkan sehingga tidak bisa keluar rumah untuk bersantai. Atau kadang kita merasa terasingkan dengan lingkungan kita sehingga memilih untuk tetap dikamar. Alienasi inilah yang sangat sering kita temui hari  ini.

Mungkin bagian dari alienasi yang kurang kita ketahui adalah, apakah benar kita “diasingkan” atau kita yang “mengasingkan diri kita sendiri”?
Mungkin selama ini kita berpikir bahwa kehidupan sosiallah yang mengasingkan kita. Tapi jika kita lihat dari semua contoh di atas, sepertinya kita yang terlalu asyik dengan dunia kita sendiri dan menjadi terasing (sengaja mengasingkan diri) dengan lingkungan disekitar kita. Kita terpukau memandang dunia luar, tetapi buta dengan lingkungan kita.

Dalam buku alienasi karangannya, Richard Schacht menyimpulkan bahwa alienasi sangat erat berhubungan dengan keegoisan. Sering kali bukan kita yang teralienasi, tetapi kita yang mengalienasi diri kita sendiri.
Salah satu contoh adalah ketika kita lebih senang berada di dalam kamar mendengarkan lagu yang kita sukai daripada pergi ke mesjid melakukan shalat berjamaah (yang aku tau adalah salah satu cara sosialisasi yang dianjurkan dalam Islam).

Berkaitan dengan konsep Marx tentang alienasi dari sesama manusia, dapat dicermati bahwa ia menganggap alienasi ini berawal pada egoisme. Demikian juga , ia menganggap keberadaan bentuk –bentuk lain dari alienasi berawal pada ‘kebutuhan egoistis’. Ungkapan ini segera menyiratkan gagasan tentang ketamakan atau keserakahan. Namun, bagi Marx, ketamakan hanya merupakan salah satu jenis kebutuhan egoistis tersebut.

Kadang banyak yang berfikir bahwa alienasi terjadi karena adanya “barang” yang membuat kita merasa lebih senang berada dirumah. Akhirnya kita tahu, alienasi bukan hanya karena gadget yang kita punya, AC yang ada di kamar kita ketika panas hari ini mencapai 34 Celcius, atau komputer yang mengisi waktu kita, tetapi alienasi adalah pilhan kita. Kita yang memilih untuk  tetap di rumah, bukannya keluar dan menikmati hari yang ada.

Dari semua ini, mungkin yang hanya diperlukan adalah sedikit pemahaman tentang manusia sebagai makhluk sosial yang sering aku pelajari saat SD dulu. Bahkan jika kita sadar, ada banyak hal yang bisa lakukan selain berdiam diri dirumah.
Dan mungkin, suatu hari minggu yang cerah aku tidak hanya menghabiskan waktu di kamar yang nyaman.
Itu aja.

0 comments:

Post a Comment