ALAM SEDANG
BERSEKUTU MENGANCAM DIRIKU
(judul
lebay banget)
Ini cerita perjuangan aku ke kantor.
Perjuangan yang sangat juang. Berangkat dari rumah perasaan sudah nggak enak,
penginnya libur aja (hallaa..hh emang maunya). Mau sarapan gak selera (emang ga
ada yang bisa dimakan). Orang tua juga lagi ndak betah ngobrol sama aku
(hawanya pinjem duit). Mau berangkat kerja sudah jam 06.55,
“wah bakal telat ni”, batinku.
Tapi karena aku orangnya optimis dan
disiplin, ck..,ck..,ck.., maka tetap aku bertekad buat datang ke kantor. Baru
jalan sekitar 50 meter, aku inget ada barang yang ketinggalan. Musti balik ke
rumah. Akhirnya sampe gerbang depan komplek, ngadang Bus (Damn)ri, pahamkan??
Oke lanjut. Udah jam07.14. Padahal masuk jam 08.00. Aku tungguin 5 menit, belum
lewat. 10 menit, 20 menit, belum ada tanda-tanda. 30 menit, jangan-jangan sopir
Damnri pada mogok nih, minta naik gaji . Akhirnya pada menit ke 42 dari
jam 7, bingung? Sama. Aku putuskan buat umbal, naik bis 2 kali. Aku langsung
naik ketika ada bus kecil, satu pintu lewat. Sampailah aku di jalan raya, bis2
yang lewat juga lebih banyak. Baru 3 menitan nongkrong di Jerakah tempat biasa
aku nunggu bis (nama pasar di depan kampus IAIN Semarang), muncullah bus Damnri
dengan indahnya.
“HuuaSSyeEEmmMM... !!!”, naiklah aku ke
Damnri.
Perasaan pertama yang muncul yaitu: “dingaren
bise kebak”, artinya aku cinta kamu, ya nggaklah. Artinya “tumben bisnya
penuh”.Akhirnya aku berdiri. Jarak tempuh dari rumah ke kantor naik bus Damnri
sekitar hampir 1 jam-an. Maka langsung kebayang kalo aku akan berdiri sekitar
satu jam-an di bus ini. Beruntung baru berdiri 40 menitan (ni kaki udah
pegel2), ada penumpang yang turun. AlhamdulIllah ya Alloh, Engkau Maha Baik.
Aku kebagian tempat duduk. Baru duduk 10
menitan aku sampa di tujuan. FYI, kursi yang aku dudukin ni emang agak aneh,
agak gak nempel kenceng sama dudukannya (ngartikan!!). Maka yang terjadi
terjadilah. Ketika aku bangkit dari tempat duduk bus Damnri, tu kursi ikut
keangkat dan akhirnya terlepas itu kursi dari dudukannya..
Kondisi Damnri yang penuh sesak menambah
grogi diriku ini. Aku coba geser2 tu kursi, aku angkat2in tu kursi supaya
kembali ke jalan yang benar, tetap gak mau. Sekali mencoba, gagal. Gak
berhasil. Sialnya, dari sekian juta penumpang Damnri ga ada yang tergerak
hatinya buat nolongin, Cuma ngliatin aja. Mungkin dalam hatinya mereka bilang
sambil terus melototin “ni anak lagi ngapain..??? masa’ gitu aja gak bisa”.
Dan aku kembali berjuang sejuang juangnya,
dan akhirnya setelah percobaan ketiga, aku berhasil mengembalikan tu kursi ke
haribaannya.”FfeEEeuuUUU..hhhHHhh....!!”
Tapi ternyata perjuangan belum berakhir, aku
musti menerobos kerumunan penumpang lain yang menyesaki bus Damnri. Rasa2 nya
pintu Damnri semakin mengecill, semakin menjauh. UUGgghh...... Tau-tau aku udah
pake seragam pemain American Football lengkap dengan helm dan pelindung gigi.
Dan seakan-akan pintu Damnri berubah jadi gawangnya.
“wah, repot nih”. Akhirnya tuh pintu aku
terobos juga (bayangin kaya pemain American Football yang musti jatuh bangun
mempertahankan bola yang dibawanya, nah aku kaya gitu), dan akhirnya aku
berhasil mencapai pintu keluar, dan perlahan ada sorak sorai dari belakang yang
memberi dukungan atas keberhasilanku ini. Tapi boonG.
Lalu aku langsung bilang ke kondekturnya,”
Pak, turun sini”.
Pak kondekturnya langsung mejet bell.
“Tet..TeTtt..tETtt...”
Sopir Damnri yang denger tuh kode, dengan
sigap dan segera menginjak rem. Dan aku yang gak siap dengan kondisi seperti
ini jatuh dengan sukses, tersungkur dengan muka duluan. Dan kembali orang2 di
dalam bis hanya memandang sambil bilang “lama2 kasihan juga ni anak”
Ooh my..., aku langsung turun dari bus Damnri
yang super duper Damn ini. Rasanya pengin sujud syukur, tapi aspal semua. Panas
berdebu. Gak jadi deh. Pas giliran udah turun dari bus aku ngliatin sekitar,
dan ternyata aku udah kebablasen 150 meter dari tempat biasa aku turun. Padahal
dari tempat biasa aku turun masih harus nambah jalan 100 meter lagi. Nah kalo
gini aku harus nambah jalan 250 meteran.
“Ya Alloh ampuni hambamu ini....”
That’s it, see yaa.
0 comments:
Post a Comment