Pembicaraan
tentang makna telah menjadi suatu perdebatan yang sulit bahkan telah dimulai
sejak Plato, the greek. Sampai
akhirnya muncul teori-teori modern yang ramai membicarakan hal itu termasuk di
dalamnya ahli hermeneutika Amerika E. D. Hirch J.r, dan karya terbesarnya Validity in Interpretation (1867).
Di dalam
bukunya Hirch mengatakan bahwa makna karya identik dengan yang dimaksudkan
pengarang saat karya ditulis, tapi bagi Hirch juga bukan serta merta hanya ada
satu penafsiran. Bisa jadi ada lebih dari satu penafsiran yang sah dan berbeda.
Jadi bagi Hirch makna adalah sesuatu yang dikendaki pengarang Tetapi karena
perbedaan waktu dan kondisi sosial yang ada muncyl masalah dalam usaha
membentuk makna.
Berbeda dengan
Hirch,tidak seperti pendahulunya teori ini meneliti peran pembaca dalam
kesusastraan. Bagi teori resepsi pembaca makna bersifat dinamis, terjadi
pergerakan di pemekaran sepanjang waktu.
. Karya sastra
yang efektif baginya adalah karya yang mampu memaksa pembaca menuju kesadaran
kritis baru.
Di sini
ditulis bahwa tiada karya sastra yang ideal tanpa peran serta pembaca. Apabila
dianalogikan dengan pesta demokrasi yang ada ,maka tidak ada pemimpin yang
ideal tanpa peran serta rakyat sebagai objek dari adanya pemilu.Pemilu sebagai
salah satu makna/ wujud dempkrasi di Indonesia sudah menjadi suatu
keharusan yang rutin setiap 5 tahun sekali.
Penyelenggaraan
pemilu memang sepenuhnya manjdi tanggungjawab pemerintah, tetapi pembaca makna
mengenai apa itu pemilu adalah milik rakyat sebagai objek dari pemilu itu. Dan
bagi rakyat memang muncul berbagai macam penafsiran berbeda dengan pemerintah
yang menggariskan makna pemilu sebagai sebuah transformasi dari demokrasi.
Bagi rakyat pemilu berarti beras murah,
pemimpin jujur, sekolah gratis, mau dagang dikasih uang (modal). Itu merupakan
ekspektasi rakyat yang masih punya harapan dengan adanya pemilu, sehingga bisa mewujudkan negara Indonesia yang mampu menyejahterakan rakyat, tetapi di sisi
lain juga ada sebagian yang memaknai pemilu sebagai sebuah omong kosong janji
busuk para elite, sehingga mereka mengikrarkan diri sebagai golput.
Ini merupakan
sebuah sikap politik yang sudah jera dan kapok dalam memilih wakil rakyat
tetapi sebagai wakil yang terpilih para elite tidak memberikan perubahan ke
arah positif yang signifikan.
Kata teman
saya suara rakyat adalah suara Tuhan, jadi jangan sampai momen yang berharga
ini terlewatkan begitu saja tanpa adanya perubahan yng signifikan.
Pemerintahan
yang kuat tentunya didukung oleh adanya partisipasi rakyat yang tinggi pula.
0 comments:
Post a Comment