Assalammualaikum.... Opha................ Eonni...........
Ni masih dari notes nya mbak Nisa nih, Temen2 pernah mendengar
ungkapan semacam ini:
Yang relijius mengatakan: “Cinta sejati hanya muncul setelah
menikah, karena itu, tak ada gunanya pacaran!”. Yang lagi seneng-senengnya
pacaran bilang :”uuhhhh....dia keren...baek..perhatian...cakep...! “
Yang relijius bilang:”Syaitan yang menjerumuskan pada perasaan
yang tak seharusnya kepada lawan jenis yang belum menjadi muhrim, dan membuat
kita terlena dengan bayang-bayang yang setan buat.” Yang lagi jatuh cinta
bilang::“ Aku merasa sangat nyaman tiap kali bersamanya. Aku ingin terus
bersamanya. Aku menikmati setiap detik yang kami lalui bersama”(Wui....hhh,
canggih2).
Yang relijius bilang:”Cinta sejati hanya milik Alloh. Rasa menyukai
Anda pada lawan jenis Anda hanya perasaan manipulatif atas kerja hormon!” Yang
lagi kasmaran bilang:” Kita ditakdirkan bersama, kitalah cinta sejati.”
Pernah gak diantara temen2 yang dilema dengan dua kubu pandangan
di atas? Lalu muncul di benak temen2 pertanyaan-pertanyaan seperti; kenapa pula
harus dibedakan antara cinta kepada Tuhan dan cinta kepada manusia. Kenapa pula
ada pembedaan cinta sejati kepada Tuhan dan cinta sejati kepada manusia. Kenapa
pula harus ada dikotomi cinta yang melangit dengan cinta yang mendunia antara
manusia?
Kudu tetep waspada, jangan gampang termanipulasi dengan perasaan
yang menggebu-gebu pada seseorang. Identifikasi dulu alurnya. Mungkin yang
perlu temen2 lakukan hanya, jujur pada diri sendiri, dan tanyakan bagaimana
hati nurani berkata kepada diri temen2. Mungkin tulisan ini bisa membantu untuk
medudukan dikotomi ini semua, yang sangat mungkin, pernah atau sedang terjadi
pada sebagian besar umat manusia Tsaaah.... Umat manusia. Aseek. Mungkin ini
bisa menjadi jembatan dari kesenjangan antar kedua konsep. Parah level dewa.
Jadi, gini ceritanya, pada dasarnya, dalam membicarakan masalah
cinta, mestinya tidak mengenal cinta-yang-berlabel. Dengan label apapun
termasuk label agama. Saya pikir terlalu rancu kalau sampai ada pertentangan
antara proses alamiah menyukai lawan jenis sebagai bagian dari fitrah manusia,
dengan konsep agama yang justru ingin mendekatkan manusia kepada fitrahnya.
Maka aku pun lebih menemukan kenyamanan dengan mendudukan cinta
sebagai perasaan independen yang jujur dan apa adanya.( mau dong indopendent)
Cinta yang karena rindunya, bergetarlah raga. Cinta yang dengan
harapnya, pintu langit pun terbuka. Cinta yang atas dasarnya,terijabahlah
rintihan seorang papa. karena alunan rasanya, terciptalah senandung-senandung
semesta.Wuiiidii....hh bera...attt. Perasaan cinta yang tercipta antar manusia
namun denganya, malaikat dan Tuhan menebar ridloNya.
Mari kita mendudukan perasaan menyukai, menyayangi, ingin
memiliki, memuja dan semacamnya yang banyak orang menyebutnya sebagai cinta
itu secara lebih fair dulu sebelum dijudge dengan berbagai parameter penilaian
berlabel apapun.
Sebelumnya, menurut temen2 dulu deh, mana yang lebih setuju? Cinta
itu....apakah merupakan aktifitas otak? jiwa? emosi? atau...aktifitas ghaib
saja yang ada dan tiadanya semata-mata bagian dari rangkaian takdir Tuhan?
Oke. Fine. Ketiga-tiganya betul. Itu hanya masalah urutan saja.
Mana yang lebih dulu dari yang lainya sehingga terjadilah rangkaian hukum sebab
akibat yang menciptakan sebuah keajaiban rasa; cinta sejati.
Yang pertama adalah bahwa it’s a matter of destiny. Takdir. Pada
banyak orang mendudukan takdir pada tahapan akhir setelah sesuatu terjadi.
Justru menurut ane, sepakat ama mbak Nisa ketentuan Tuhan ada pada tahap
pertama pada apapun sebelum apapun itu terjadi. Pada urusan cinta, sebelum
manusia dilahirkan, garis takdir jodohnya telah digariskan dalam kitab
hidupnya.
Digariskan itu tak sama dengan ditentukan. Sehingga garis takdirnya
not in a form of certain name, bukan dalam bentuk sebuah nama pasti,
tapi dalam bentuk kriteria-kriteria pasti atas kecenderungan karakter
jiwa yang Tuhan cipta untuk kita.
Sebagaimana teori “separuh jiwa”, bahwa jiwa yang Tuhan ciptakan
pada awalnya adalah separuh, separuhnya lagi ada pada pasangan kita kelak.
Karena itulah, jiwa hanya akan menjadi utuh tatkala menemukan separuh jiwanya.
Dalam surat An-Nisa ayat 1 disebutkan: Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.
Dan begitulah kitab menjelaskan konsep diciptanya pasangan hidup.
Dari diri yang satu. Apakah konsep ini juga berlaku pada manusia-manusia
setelah Adam dan Hawa? Ya, tapi bukan dari tulang sulbi sebagaimana sebuah
hadist pernah menyebutkan. Tetapi dari jiwa yang satu ato identik ato secocok.
Si Surti diciptakan dengan karakter jiwa yang secocok dengan jiwa Tejo. Jiwa
Jasmine diciptakan secocok dengan jiwa ALaddin, Jiwa Miss Piggy tercipta
secocok dengan jiwa Kermit, Jiwa Bibi Lung secocok dengan jiwa Yoko, sama
halnya dengan jiwa Khodijah kepada jiwa Mohammad, juga jiwa Rosid yang secocok
dengan jiwa Delia. Dan pastinya, jiwa temen2 tercipta dengan jiwa yang secocok
pula dengan seseorang yang telah Tuhan cipta untuk Anda. Somewhere, someone.
Dan begitulah takdir Tuhan. Ia yang memilih dan mencipta jiwa kita dan jiwa
lain yang secocok dengan kita.
Setelah Tuhan menakdirkan untuk memilihkan karakter jiwa yang
diciptanya untuk kita dan pasangan jiwa kita, maka dengan sendirinya, masalah
mencinta pun menjadi bagian dari masalah kejiwaan. Untuk bisa mengidentifikasi
jiwa yang secocok dengan kita yang telah Tuhan gariskan, ada satu tanda yang
bisa kita gunakan, yaitu rasa kecondongan ato kecenderungan pada orang lain.
Sebagaimana Alloh berfirman:
Dan diantara tanda-tandaNya ialah Dia menciptakan untuk mu dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikaNya di antaramu rasa kasih sayang.
Karena itulah, coba Anda fikirkan, berapa banyak manusia yang
hidup bersama kita saat ini? di Indonesia saja sudah 200 jutaan orang, sisanya
masih miliaran jumlahnya diseluruh dunia. Alloh telah memberi kita
instrumen untuk bisa mendeteksi separuh jiwa kita yang dilepas bebas di
tengah-tengah miliaran manusia yang hidup bersamaan dengan kita. Heart, Qalbu,
Hati. Itu saja.
Dia tak akan bisa membohongi saat kita merasa condong, nyaman, dan
mampu berkasih sayang dengannya. Ajaibnya, perasaan ini justru muncul di saat
kita berlepas dari pertimbangan-pertimbangan eksternal. Baik dari pendapat
orang maupuan pertimbangan-pertimbangan fisikal. Mungkin karena memang fitrah
hati sebagai gaung suara jiwa. Dia datang dari dalam diri kita sendiri. Kalo
kata bapaknya Juno (taukan film Juno? kalo belum, segera tonton) the right
person is still going to think the sun shines out your ass. That's the kind of
person that's worth sticking with.
Setelah jiwa menemukan pasanganya, barulah cinta menjadi bagian dari
aktifitas otak. Bukan karena otak berfikir atas orang yang telah kita cintai.
Tapi karena aktifitas yang kita lakukan bersamanya memberikan
rangsangan-rangsangan yang ditangkap oleh, konon, 12 bagian di dalam otak yang
mengatur kerja hormon-hormon perasaan, seperti dopamine, oxytocin, adrenalin,
dan vasopression (coba baca lagi posting cinta itu logis) yang bekerja hingga
berujung pada euforia. Hormon-hormon itu bekerja seperti morfine atau kokaine,
addiktif dan mencandu.
Saat kita menatap wajahnya, berdekatan denganya, berbincang
denganya, apalagi, saat bergandengan tangan dengannya, berpelukan dengannya,
bahkan bersetubuh dengannya (tentu setelah dihalalkan oleh agama),
hormon-hormon itupun bekerja.
Nah, pada kenyataanya, ketiga proses di atas bisa terbolak-balik
mana dulu yang pertama kali muncul. Ada orang yang witing tresno jalaran
soko kulino sebelum merasakan kecocokan jiwa setelah sering bersama. Ada
yang bermain-main dulu dengan kerja hormonalnya dan dia merasa cocok dengan
pasanganya. Walaupun, dengan melakukan itu, dia justru semakin menjauhkan
dirinya dengan kata hati nuraninya sendiri. Dan ada yang, pada orang yang telah
memahami dirinya dengan baik, bisa hanya dengan memandang sekali saja bisa langsung
merasakan kecondongan jiwanya. Ada lagi, yang mengabaikan hati nuraninya karena
lebih mengikuti pertimbangan-pertimbangan eksternal; maunya keluarga, pandangan
depan kolega, image di tengah masyarakat, kepincut karena tampang, deelel.
Anyway, Hati yang paling bisa menjawab dengan siapa Anda merasa
cocok dan dengan siapa Anda merasa tidak menjadi diri sendiri saat menjalin
hubungan bersamanya. Yang pasti, cinta sejati itu ada. Tak melulu kerja syaitan
walaupun Anda harus sangat jeli dalam mendengar nurani dan menjaga cara Anda.
Untuk yang memang takut tergelincir, ya sudah kalau memang mau dibuat gampang
dengan menerima siapapun yang datang dan merajutnya kelak setelah berkeluarga,
itu juga tidak bisa disalahkan.
Kalaupun temen2 telah menemukan cinta sejati sebagaimana hati yang
menuntun, temen2 sendiri yang paling bisa merasakan, apakah cara dalam
menjalin hubungan denganya udah sesuai dengan aturan agama yang diyakini
ataukah malah telah menyesatkan pasangan yang sangat temen2 cintai kepada
hal buruk yang membawa keburukan pula dalam hubungan yang temen2 jalani.
Permasalahanya hanya itu.
Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita
ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi.
Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang
dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)
Asikkan?? Asikkan........????
....................... ^.^!!!
Regard
0 comments:
Post a Comment